Pages

Tulisan dari Hati : Hotel Prodeo atau Hotel Berbintang

Sahabat sinwas tahu mengenai berita wamen yang menampar sipir karena membantu peredaran narkoba di Lapas pulau Sumatera minggu ini kan? Itulah yang membuat saya heran sebenarnya masalah hotel prodeo yang seakan menjadi hotel berbintang sudah lama terdengar di Indonesia. Tetapi, beritanya silih-berganti hanya seperti pengalihan isu. Masih ingat kasus Artalita waktu itu? Saya akan mencoba menyegarkan pikiran sahabat sinwas, atau paling tidak mengingatkan kembali, jangan sampai kita dianggap sebagai bangsa pelupa.

Penjara mewah sudah merupakan rahasia umum. Hampir semua lapisan masyarakat mengetahui hal ini. Lantas apa akibatnya, saat penjara yang seharusnya menjadi tempat penyadaran bagi para perusak Negara justru memberikan pelayanan lebih nyaman dibanding di luar penjara. Penemuan bahwa fasilitas mewah diterima oleh ratu suap Artalita Suryani, membuat Menteri Hukum & HAM Patrialis Akbar kaget. Hal ini mencengangkan, karena penjara dengan fasilitas mewah sudah tidak asing lagi.

Tidak hanya fasilitas mewah yang diperoleh oleh beberapa narapidana. Bahkan di beberapa lapas juga menyediakan fasilitas peredarran narkoba, judi, dan beberapa tindakkan yang jelas melanggar hukum. Coba bayangkan, jika mereka telah keluar dari penjara dan tidak menghasilkan efek jera. Kemudian, mereka menceritakan pada teman-temannya. Aknkah ini akan menambah jumlah pelaku criminal di Indonesia. Sudah jelas karena tidak ada tempat pemberi jera pada mereka. Mereka akan bebas melenggang kangkung melakukan kejahatan.

Setelah kasus ini terbongkar, kabarnya Artalita sudah dipindahkan ke lapas biasa. Kepala lapas bintang lima akan segera dicopot dan menerima tindakan hukum. Jika kita memandang dari sudut pandang masyarakat biasa, ini sangatlah tidak adil. Saat berita ini menghangat beberapa media mengundang mantan napi sebagai narasumber mereka. Dan sungguh mengenaskan pengakuan dari beberapa napi yang menjadi narasumber itu. Salah satu dari mereka mengatakan, saat pertama kali ia memasuki penjara ia langsung ditawari ingin masuk lapas yang bagus dengan membayar uang sejumlah Rp 1.500.000,00. Jika para napi baru tidak memiliki uang maka mereka akan mendapat perlakuan kasar dari para napi lama di lapas biasa.

Sungguh mengerikan, apabila hukum pun dapat dibeli dengan uang. Siapa yang harus bertanggung jawab akan hal ini? Tidak cukup jika hanya kepala lapas dihukum. Setelah memberikan hukuman pada kepala lapas, kemudian menunjuk secara asal-asalan kepala lapas yang baru. Yang akan menyebabkan kejadian yang sama akan terulang. Apa ini yang kita mau? Tentu tidak! Semuanya tidak berhenti pada pemecatan kepala lapas sebelumnya. Tetapi bagaimana pengawasan berikut kepada para awak sipir dan para napi agar kasus tidak terulang lagi.

Memang penjara merupakan tempat membuat sadar dan mebina para napi. Tetapi apakah kesadaran itu harus dengan menyiksa para napi. Memang bersikap berlebihan sangat tidak baik. memberikan keterampilan dan penyuluhan di penjara akan menjadikan para napi semakin sadar.

Dengan terbongkarnya kasus penjara mewah Artalita, sedikitnya membuktikan bahwa akar jamur suap, sudah memasuki bagian penegakan hukum Indonesia. Bahkan sebelumnya jaksa agung pun berhasil di suap oleh seorang Artalita. Jika hal ini dibiarkan, para orang berduit tidak akan ragu untuk menggunakan segala cara untuk meraih keuntungan. Toh, mereka akan berpikir tinggal kasih duit, urusan pasti lancar.
Urusan suap sama dengan korupsi. Sudah mengakar di Indonesia. Kedua hal ini butuh pengusutan sampai ke bagian terkecil. Karena jika keadilan ditegakkan, suap dimusnahkan, dan semua berlandaskan hukum, InsyaAllah negri ini akan menjadi seperti yang kita harapkan.

Rio

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

No comments:

Post a Comment

Ikutlah berdiskusi disini, amalkanlah ilmu kalian :