Pages

Cerpen : Murka Gunung Dempo

Masih kesal dengan lebaran yang ditunda sehari Tono yang badannya amat tambun seperti bola ini melampiaskannya dengan melahap dua porsi ketupat lengkap dengan pernak-pernik ketupat lainnya. Padahal, sebelum sholat ied berjamaah tadi Tono sudah makan satu porsi ketupat sayur. ”Rasulullah yang menyunahkan untuk makan dulu sebelum sholat ied.” Ungkap Tono saat diprotes Ajeng kakaknya. Suasana halal bi halal terasa sangat menyenangkan bagi Delima, gadis kecil yang tambun seperti kakaknya. Delima berlarian riang diatas rumah susun yang terbuat dari kayu meranti. Rumah yang dijamin kokoh ini adalah rumah nenek dan kakek Delima, Tono, dan Ajeng. Mereka tiba di Dusun Tanjung Sakti, Kabupaten Lahat, Sumatera Selatan 3 hari yang lalu. Padahal mereka merencanakan untuk pergi ke Gunung Dempo pada hari Selasa, tetapi karena pemerintah menetapkan bahwa Idul Fitri jatuh tanggal 30 Agustus 2011, rencana itu batal. Yang paling sedih tentu saja si bungsu Delima
. Delima menggeret-geret baju ayahnya yang sedang duduk di ruang tamu bersama uwo-uwo Delima. Delima tak ragu untuk memaksa ayahnya melepas puntung rokok yang belum habis setengah batang dan segera pergi ke Gunung Dempo. Ayahnya yang penyabar langsung melepas puntung rokoknya dan ditenggelamkannya ke dalam asbak. “Tanyalah mamanya mau berangkat kapan?” Mama yang tidak jauh tentu saja mendengar dan menjawab dengan logat yang hilang apabila mereka kembali ke Palembang, “Kele Kak, kite busik kudai ke ghumah jeme family”.
Mendengar jawaban itu keriangan hati Delima pudar, Ia membantingkan diri di sofa yang kulitnya banyak lepas. Ia duduk di sebelah kakaknya Tono yang masih sibuk dengan ketupat sayurnya. Di sebelah Tono ada Radi anak kecil seumuran Delima yang sedang serius menonton film kartun kesukaannya. “eumeum, sabar Delima, eumeumeum, pasti nanti kita berangkat”. Tono bicara menirukan khotib yang tadi dilihatnya dengan penuh semangat suatu sholat ied. Mendengar itu Delima semakin kesal, Radi yang tadi serius menonton pun ikut memoloti wajah Delima yang bertambah lucu ketika sedang marah. Pipinya yang putih gemuk sepeti bakpao semakn menggelembung saat marah.
Radi yang tadi diam pun mengajak mamanya untuk ikut ke Gunug Dempo yang jaraknya hanya 1 jam dari Dusun Gunung Agung menggunakan mobil. Mama dari Radi ini adalah Mak Cik dari Delima bersaudara. Mak Cik pun memberi saran kepada kakaknya yaitu Ibunya Delima, untuk menunda silaturahmi setelah ke Gunung Dempo. Karena kasihan melihat Delima yang seolah tak mau melihat mamanya lagi it uterus merengut, Mama Delima pun setuju.
“Horeee!!!!” teriak Delima. “Ganti baju dulu Delima, Tono. Ajeng mau ikut?” “Ya Maaa” jawab Tono dan Delima kompak dan disertai larian kecil Radi. “Aku ikut deh Ma, bosen di rumah nenek.” Celoteh Ajeng yang memang sepetinya paling malas dalam mudik tahun ini.
Sesuai rencana saat jam menunjukan pukul 09.05 Delima, Tono, Radi, Ajeng, beserta orang tua mereka masing-masing. Tetapi ada satu orang yang masih ditunggu, yaitu nenek. Dalam rencana nenek pun akan ikut ke Gunung Dempo. Jangan salah, nenek yang umurnya lebih dari 70 tahun ini masih sangat gagah berjalan, bahkan masih terus berpuasa. Tubuhnya yang kurus berotot akibat sering mencangkul sewaktu muda, menunjang itu semua. Tetapi anehnya pagi ini nenek terlihat pucat, matanya merah, dan jalannya lunglai. Akhirnya Ayah memutuskan untuk tidak mengajak nenek. Sebenarnya perjalanan ke Gunung Demponya juga mau dibatalkan. Tetapi, karena Delima sudah sangat bahagia berdendang bersama Tono dan Radi di bangku paling belakang perjalanan tetap dilanjutkan.
Di perjalanan pun terasa biasa saja, 1 jam berlalu rombongan tersebut sampai ke Kota Pagar Alam. Sebelum menuju Gunung Dempo rombongan itu mencari tour guide. Ternyata sang pembimbing tur adalah keponakan mak cik sendiri. Memang sudah direncanakan dari awal. Bambang mahasiswa Universitas Sriwijaya jurusan teknik Komputer ini sudah kaya di usinya yang belum genap 23 tahun. Dia berjaya di bisnis internet. Tetapi sikapnya yang ramah dan sederhana saat membimbing tur tidak menunjukan bahwa dia seorang mahasiswa yang memiliki dua Toyota Rush di rumahnya. Tak ingin buang waktu rombongan itu berangkat, cuaca yang cerah semakin menambah semarak hari raya idul fitri waktu itu. Saat memasuki daerah gunung pertama kali hamper seluruh isi mobil dikejutkan dengan hamparan kebun the yang sangat luas dan hijau. “The puck harum, the pucuk harum” seru Tono sambil guyon. “Lebih hebat dari Puncak Cipanas rupanya Gunung Dempo sekarang”. Ungkap ayah yang 3 tahun tinggal di Cianjur bersama istrinya, Ajeng, Tono, dan Delima. Ketiga bersaudara itu pun mengngguk tanda setuju.
Mobil rombongan itu berhenti di sebuah hamparan kebun teh, wangi harum dan udara semerbak menyegarkan suasana. Tiba-tiba Radi merengek ingin pipis pada Mak Cik, lantas Radi pun disuruh pergi ke semak-semak dan pipis disana. Anehnya, udara segar tadi berubah menjadi bau pesing yang menyeruak di seluruh kebun teh itu, seperti bau WC umum. Sangat bau, Ajeng, Tono, dan Delima yang jauhnya 500 meter dari tempat Radi pipis langsung berhamburan lari menuju mobil dan merengek untuk segera pindah.
(Bersmabung).


Rio

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

No comments:

Post a Comment

Ikutlah berdiskusi disini, amalkanlah ilmu kalian :