Notulensi Dialog Tokoh Virtual
2 Desember 2015
Kontribusi
Tiada Henti
Kisah
inspiratif kali ini dibawakan oleh Andy F. Noya, tentang pahlawan yang bekerja
dalam diam. Mereka bekerja tanpa pamrih. Kali ini ada tiga tamu yang hadir.
Mereka dari Medan, Bima NTB, dan Kupang NTT.
Bintang
tamu pertama ada Dokter Rizali Harris Nasution dari Medang Sumatera Utara.
Beliau memberikan micro finance di Sumatera Utara hingga 54.000 perempuan.
Semuanya adalah perempuan. Luar biasa. Lantas apa pekerjaan Beliau? Ya Beliau
adalah dokter biasa, Namun sekaligus pendirian Yayasan Humaniora.
Beliau
sadar bahwa pangkal masalah kesehatan masyarakat adalah karena masalah ekonomi.
Beliau akhirnya mendirikan Koperasi Pokmas dan memberikan bantuan kredit lunak
pada masyarakat di pedesaan.
Gimana
ya ceritanya hingga bisa jadi seperti ini? Ternyata sejak mahasiswa Beliau
sudah senang bergerak di komunitas. Setelah tamat dia langsung bergerak di
bidang kesehatan masyarakat. Dia ingin mengubah mindset:
Dari: “Kalau sakit harus berobat ke
mana?”
Menjadi: “Bagaimana supaya tidak
sakit?”
Luiar
biasa cara pandangnya. Awalnya Beliau mulai dari Desa Lubuk Pakam. Alasannya
sederhana saja, karena lokasi itu paling mudah dicapai di Medan. Padahal di
awalnya dia juga merasa program kesehatan yang ada hanya bersifat hit and run. Tidak ada kontinuitasnya
sama sekali. Maka dia berpikir dibutuhkan sebuah program yang membina ekonomi
masyarakat.
Nah,
ide awal micro finance ini lahir dari
buku yang diberikan oleh temannya yaitu buku biografi Muhammad Yunus dari
Bangladesh. Saat membaca Beliau ragu apakah mungkin orang miskin bisa diberi
pinjaman tanpa agunan, ketika gagal maka akan diputihkan. Namun, dengan percaya
pada tiga aksiona berikut, akhirnya dia jalan:
1. Perempuan lebih jujur daripada
lelaki
2. Orang miskin lebih jujur daripada
orang kaya
3. Orang Desa lebih jujur daripada
orang kota
Akhirnya dengan modal bersama
sebesar 60 juta, Koperasi Pokmas berhasil berjalan. Prinsip pinjaman berkala
diberikan dan Alhamdulillah pada tahun 2002 tingkat pengembalian sampai 98%.
Luar biasa jujurnya. Setelah beberapa tahun berjalan, Koperasi Pokmas
dikunjungi oleh Garmen Bank. Setelah berjalan beberapa tahun 10 indikator kemiskinan
mulai berkurang di masyarakat di Sumatera Utara sana.
Salah
satunya adalah salinitas dan kebersihan yang meningkat. Setelah itu Beliau juga
berusaha meningkatkan pendidikan dengan membangun perpustakaan gratis. Lantas
apa yang menjadi sumber kekuatan Beliau. Tidak lain dan tidak bukan adalah
keberpihakan pada mereka yang teralienasi.
Bintang dari Penampungan Pengungsi
Timor Leste
Bintang
tamu berikutnya adalah Fransisco Ximenez. Beliau awalnya adalah Tentara
Portugis. Seelah disintegrasi Beliau memilih menjadi warga negara Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Beliau mengaku darah dagingnya sudah Garuda.
Beliau juga sempat menjadi Tentara Nasional Indonesia.
Pasca
Disintergrasi Beliau dan keluarga memutuskan untuk eksodus ke Indonesia.
Sekarang dia tinggal di perkampungan para pengungsi. Di daerahanya Beliau
dikenal sebagai Bapak Sico.
Ketika
sudah pensiun dari TNI tidak membuat Pak Sico berdiam diri. Beliau justru
semakin yakin untuk mengembangkan masyarakat baru (masyarakat Timor Leste yang
memilih ke Indonesia). Beliau menjadi komite di 4 sekolah berbeda karena dia
ingin memeratakan pendidikan. Beliau juga mencoba menghilangkan budaya buruk
seperti minum minuman keras dan berjudi.
Kita
flash back ke tahun 2005. Di Kecamatan Naibonat ada upaya untuk mengoordinasi
pembangunan di Naibonat. Tahun itu Beliau dapat dana 100 juta perkelompok dari
UNDP. Beliau gunakan untuk membuat sumur bor untuk mengeluarkan air bersih.
Implikasinya luar biasa. Pertaniannya luar biasa semakin maju.
Banyak yang Masih Ingin Kembali?
Andy
bertanya, “Apakah masalahnya banyak orang Timor Leste yang ingin kembali ke
Timor Leste?” Menurut Pak Sico masalah utamanya ada di pembagian tanah untuk
usaha. Kalau masalah air dan sumber penghidupan Allah sudah memberi kecukupan.
Namun,
sayangnya ada satu anaknya yang menjadi warga negara Timor Leste. Tidak lain
tidak bukan karena kekasih anaknya adalah orang Timor Leste. Dalam kepiluan itu
Beliau masih sempat memikirkan apakah ini bisa dibuat film (Bapak masih sempat-sempatnya,
hehehe. Red). Tiba-tiba tahun 2011 film itu benar-benar terwujud. Ada sebuah
film di Eagle Award 2011.
Kenapa
Beliau mau berlelah-lelah untuk mengurus orang? Menurut Pak Sico ini semua
merupakan panggilan jiwa. Beliau bahkan pernah sakit ketika tidak membantu
orang lain. Luar biasa!
Supir Bus Malam, Pahlawan Sekolah
Tamu berikutnya adalah seorang supir bus malam yang
menyisihkan uang hajinya untuk mendirikan sekolah agama di Kabumaten Bima NTB.
Beliau adalah Yusuf atau biasa dipanggil Alan.
Tampang yang sangar, rambut gondrong, dan badan besar
tidak menutupi hati yang sangat cemerlang. Alan berhasil mendirikan MTS Darul
Ulum yang semuanya dibayar melalui uang yang disisihkannya dari menjadi supir
Bus Malam dari Bima-Jakarta dan Bis Bima-Mataram.
Inspirasi awal Beliau adalah keadaan yang timpang dari
kampung halamannya dengan daerah yang ia kunjungi selama menjadi supir bus.
Padahal gajinya perbulan hanya 2,5 juta rupiah perbulan.
Mas Alan berkata, “Mungkin banyak yang penghasilannya
lebih, tapi Allah memilih saya untuk membangun sekolah itu.”
Bagaimana dengan guru yang mau mengajar di sana?
Apakah ada yang mau mengajar di sana? Di Bima ada lebih 4500 sarjana sementara
pemerintah hanya butuh sekitar 100. Nah, Bang Alan mengajak mereka untuk
menjadi pengajar di sana. Dengan sistem pembayaran bagi hasil akhirnya banyak
yang mau menjadi pengajar.
Seorang supir bis malam ini menyadarkan kita bahwa
kontribusi tiada henti akan mendapatkan balasan berupa kebaikan dari Allah
Pencipta Alam Semesta. Yang membuat dia yakin adalah janji Allah, “Barangsiapa
yang memebela agama Allah, Allah akan menolongnya.”
No comments:
Post a Comment
Ikutlah berdiskusi disini, amalkanlah ilmu kalian :