Pagi itu, langit cerah, secerah-cerahnya. Seperti biasa suara berisik ibu kos dan kroninya yang sedang membersihkan kosan membangunkanku. Entah mengapa rasa malas hinggap di tubuhku ini. Aku ambil air wudhu kemudian melaksanakan sholat Shubuh. Setelah sholat Shubuh aku akan melaksanakan aktivitas rutin untuk mengaji dan pagi itu aku mencoba untuk melakukan hal yang sudah sejak lama aku inginkan. Ayahku memberi wejangan untuk selalu membaca surat Yasiin. Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya kawan. Setiap selesai sholat Shubuh, ayah selalu membaca Surat Yasiin, dahulu aku pun sering diajaknya. Awalnya memang agak berat, tetapi, Subhanallah sekarang panjang dan pendek surat ini seperti sudah melekat di lidah saya. Ala bisa karena biasa. Ku baca arti surat ini dari ayat pertama hingga ayat terakhir hari itu.
Pagi mulai menampakkan gagahnya, aku masih berselimut di kasur nan empuk. Entah mau datang atau tidak ke pekanan FLP kali ini. Aku masih punya essai yang ingin ku selesaikan. Ku buka cagur 4 dan mulai mengetik, aku buat pembukaan sebagus-bagusnya, ku gunakan analogi. Wajah legislator Indonesia ku hubungkan dengan wajah Kolonel Stauffenberg yang mengalami kebutaan. Kolonel yang menjadi tokoh utama dalam operasi pembunuhan Hitler, Valkyrie. Pembukaan essai selesai. Jam berdetak dan menunjukkan pukul 6.30. Aku putuskan untuk mandi.
Segarnya air di Jatinamgor membuat nyaman perasaan. Aku ingin menghubungi Ivan dan Hakim untuk menanyakan apakah mereka akan datang ke pekanan melingkar hari ini. Namun ku urungkan niatku, aku ambil sepatu lalu menutup Cagur 4 untuk memberinya waktu istirahat. Aku putuskan untuk membawa cagur 4 ke pekanan melingkar hari itu. Kemalasanku hilang karena aku ingin melingkar, ingin menambah ilmu, ingin menambah semangat, dan tak ingin merasa malas karena aku tahu Andrea, Iwan, dan Ahmad (siapa mereka? Red) tidak pernah malas.
Di gerbang masuk tidak biasanya satpam meminta pengunjung UNPAD untuk menunjukkan KTM-nya. Ini berarti hari Minggu itu tidak sembarang kendaraan bermotor bisa keluar masuk UNPAD, setidaknya hingga pagi itu. Bunga di Arboretum belum ada yang mekar, rumputnya yang hijau temaram di hadapan semut yang bertabrakan satu sama lain. Masih sepi, orang di kebun luas yang dimiliki UNPAD itu bisa dihitung dengan jari. Dari kejauhan aku melihat dua sosok berkerudung, aku berharap mereka juga penulis sastrawan, essais, novelis, cerpenis, memoaris masa depan sepertiku.
Bertemu dengan mereka aku belum berani menyapa, masih malu karena belum mengenal nama. Aku memutuskan untuk duduk di batu dan membuka Cagur 4 dan melanjutkan pengetikan essai. Sosok-sosok yang berkerudung tadi juga masih saling diam. Tidak berapa lama Kang Dindin datang, kami berbincang mengenai essai yang sedang saya buat, tentang legislator kampus. Tidak lama Risman dan Ivan turut bergabung, hangat tapi tidak lengkap karena kami masih terpisah dan belum melingkar dengan teman penulis lain. Terpisah dan belum kuat.
Pembicaraan meloncat-loncat hingga Iluminatie, Hitler, hingga KPK versus DPR di mata masyarakat. Sudah setengah jam lebih kami menunggu Kang Abid, tiba-tiba sosok Kang Abid yang cee-yah datang bersama Kak Eika yang membahana. Ternyata kami tertukar tempat karena mereka juga telah datang dari tadi dan menunggu di tempat lain, meski masih bagian dari Arboretum. Alas berupa spanduk yang digunakan saat bedah buku dibentangkan, kami mulai duduk melingkar.
Bertanya kabar dan buku yang sedang dibaca itulah yang seharusnya kami lakukan dari tadi, namun baru dilakukan oleh Kang Abid. Padahal itu penting untuk menambah wawasan kita. Kali ini Kang Abid akan membawakan materi mengenai organisatoris. Di awal pertemuan Kang Abid sedikit menyentuh kami dengan menanyakan apakah kami adalah anggota organisasi, organisator, atau organistoris. Umma, seorang penulis belia, yang masih SMK, menjawab dengan sedikit ragu bahwa dia adalah anggota organisasi. Tidak salah karena aku juga berpikir seperti itu awalnya. Setelah menjelaskan perbedaan mengenai organisator, anggota organisasi, dan organisatoris Kang Abid bertanya kembali siapa yang mau menjadi organisatoris di FLP?
"Akuuuu" semua menjawab kompak.
Kawan, kalian juga harus tahu apa bedanya anggota organisasi, organisator, dan organisatoris. Ini adalah 5 ciri organisatoris yang sekarang aku coba untuk dapatkan. Organisatoris itu meninggalkan mahakarya (Creator of the Master Piece). Jika kita bergabung dengan FLP, tinggalkanlah master piece yang akan menginspirasi banyak orang. Setelah itu seorang organisatoris akan bermental cracker. Dengan kata yang lebih mudah dipahami adalah berlomba-lomba dalam kebaikan. Ya, perlombaan yang mulia, semulia-mulianya. Bayangkan jika kita semua berlomba dalam kebaikan, akan lahir ribuan kebaikan yang lainnya. Kami sedang berusaha mewujudkan bayangan ini kawan.
"Organisatoris itu positive thinking." Kang Abid melanjutkan. Ya, bagaimana kita bisa berlomba dalam kebaikan apabila kita berpikir negatif. Kemudian seorang organisatoris akan selalu membawa cirinya ke mana pun (public relations everywhere) . Terakhir organisatoris, organisatoris adalah problem solver, jika ada masalah dalam sebuah organisasi mereka tidak akan saling menyalahkan, mereka akan bersama mencari jalan keluarnya (sebenarnya yang pertama dan utama kawan). Sekarang, siapa yang mau menjadi organisatoris?
Setelah itu Kang Abid membuat permainan yang mendekatkan kita satu sama lain. Kami berjejer dan berurutan membentuk barisan berdasarkan yang paling muda, yang paling jauh asalnya, sampai yang paling tinggi. Belum cukup, kami juga akan mengenal karakter dari teman-teman kami. Satu orang menyebutkan nama dan kata yan identik dengan mereka. Dimulai dari Kang Abid - Ceeyah, Risman - apa adanya, Fahda yang Cheers, Ivan yang kerja keras, Evi yang bahagia, Teh Annisa yang sederhana, Teh Hana yang semangat, Rina yang tekun, Titin yang selalu ceria, Fani yang selalu senyum, Umma yang ramah, Teh Eika yang membahana, Teh Damai sejahtera, dan Kang Dindin yang akur dan amis budi (Kurdi). Keluarga yang indah bukan? Hati bermekaran karena kami bisa mengenal satu sama lain.
Menjadi Penulis yang Sastrawan
Itu adalah impian yang tidak boleh ditidurkan begitu saja. Untuk mencapai itu, tergantung pada diri kita dan lingkungan kita. Kita harus menyiapkan mental sebagai seorang penulis. Mental yang tidak malas, pantang menyerah, dan selalu berusaha. Setelah mental kita suburkan, siapkan lingkungan yang baik, cari komunitas yang bisa menumbuhkan iklim untuk menulis. Kemudian cari mentor yang tepat yang bisa menjadi pelatih dalam menulis.
Penulis favorit saya adalah Andrea Hirata, Iwan Setyawan, dan Ahmad Fuadi. Sekarang saya memang belum pantas menjadi seperti mereka, tetapi aku punya target untuk menelurkan karya yang aku harap dapat menginspirasi banyak orang di tahun 2015. Lebih dari yang pernah Ahmad, Andrea, dan Iwan buat sebelumnya. You will if you believe and do it with Allah. Di akhir pelingkaran, Umma mengingatkan Kang Abid untuk memainkan permainan menggunakan kertas yang kita siapkan sebelumnya.
Kang Abid mungkin sedikit lupa. Kemudian kami menyiapkan kertas dan spidol. Setiap orang memulai dengan satu coretan di atas kertas. Kemudian kertas itu dioper ke teman sebelahnya yang juga hanya boleh mencoret satu kali saja. Setelah kertas kembali ke si empunya maka, raut muka kami terkejut karena hasilnya indah-gemindah. Coretanku yang awalnya tidak tahu mau menjadi apa, setelah dibantu oleh keluargaku di sini menjadi sebuah ikan yang cantik. Begitulah juga impian dan cita-citaku kawan, akan menjadi indah dengan hadirnya orang-orang di sekitarku.
tulisan yg bagus,, sayang uma ga disebut..
ReplyDeleteUma Ramah a Rio ^^ hehe
Terima kasih Uma, :D
DeleteSudah diperbarui Uma dan Insya Allah lebih baik.
Wah sayang sekali yah, mutia belum bergabung dengan FLP ,krena waktu bedah buku kmrin, ada workshop di UPI ttg perempuan jabar lagi, jadi,,yah jadi,, terlihat ukhwah yang kuat antar penulis2 FLP , ya setiap orang berhak menelurkan maha karyanya dalam bentuk apapun.
ReplyDeleteTerima kasih Mutia, iya sayang sekali ya. Namun, sebenarnya, meskipun tidak ikut bedah bukunya masih bisa ikut FLP lho. Semangat-semangat, Ganbatte Until Die!
Delete