Pages

Jangan Malu Menjadi Bangsa Tempe


Hari kemerdekaan Republik Indonesia tanggal 17 Agustus 2012 telah lewat, tetapi saya masih ingat dengan sebuah acara televisi saat itu. Acara televisi tersebut khusus disiarkan untuk mengenang Bapak Proklamator Indonesia, Ir. Soekarno. Dalam salah satu segmen acara itu ada sepenggal pidato presiden Soekarno yang menyeru kepada rakyat Indonesia di zamannya. Seruannya adalah “Jangan pernah mau menjadi bangsa tempe”.
Pidato presiden pertama RI itu sekarang sudah berumur puluhan tahun. Pada abad ke-21 kata-kata itu tidak berlaku lagi. Perkataan itu berubah menjadi “Janganlah kita malu menjadi bangsa tempe”, karena tempe sekarang sudah tidak dipandang kotor lagi bahkan tempe memiliki nilai gizi yang sangat tinggi terutama kandungan proteinnya. Jadi bangsa tempe adalah bangsa yang gizinya terpenuhi dengan baik.
Mengaitkan sebuah makanan terhadap semangat bangsa sangat cocok dilakukan. Makanan memiliki sifat tertentu yang melambangkan semangat bangsa. Kita ambil contoh tempe yang dahulu pembuatannya masih sering diinjak-injak. Mungkin maksud Soekarno pada zaman itu adalah bangsa Indonesia jangan mau direndahkan di mata dunia. Sehingga, ungkapan bangsa tempe memiliki konotasi negatif. Selain tempe makanan-makanan lain juga sering dianalogikan dengan sifat sebuah bangsa.
Ada sebuah makanan yang memiliki sifat yang sangat berbahaya tetapi sering dikonsumsi. Sifat makanan tersebut juga cocok dianalogikan dengan sebuah negara yang menuju kehancuran. Sifat apakah itu? Mengapa sifat itu harus dihindari? Apa makanan yang memiliki sifat berbahaya itu? Makanan ini tidak asing dengan masyarakat Indonesia yang berjumlah lebih dari 237 juta jiwa. Semua kalangan, mulai dari masyarakat berpenghasilan rendah hingga seorang jutawan, pasti pernah mengkonsumsinya. Bahkan, Indonesia tercatat sebagai negara ketiga dalam jumlah pengkonsumsi makanan ini terbesar di dunia, dengan 14 miliar bungkus per tahun, dikutip dari BBC. Makanan itu adalah mie instant.
Sifat sebagai mie instant harus dihindari manusia. Sifat makanan ini lebih berbahaya dari sifat tempe yang dahulu melambangkan kerendahan dan keterbelakangan. Sifat itu sebenarnya sudah ditunjukan dalam nama makanan tersebut. Sifat instant. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata instant memiliki arti langsung (tanpa dimasak lama) dapat diminum atau dimakan. Ini artinya sifat instant adalah sifat di mana kita dapat mengkonsumsi apapun tanpa mengalami proses panjang terlebih dahulu. Sayangnya, proses dalam mendapat apa yang hendak dikonsumsi inilah yang menjadi nilai dari apa yang kita konsumsi. Dalam kenyataanya, barang yang kita konsumsi tidak hanya makanan dan minuman tetapi ada ilmu, wawasan, informasi,dll..
Sifat instant lahir dari rahim globalisasi. Globalisasi memaksa manusia menerima segala sesuatu dengan cepat. Dahulu kala kita masih membutuhkan limit waktu yang lama untuk berkomunikasi. Kita masih harus menulis kabar di selembar kertas kemudian kertas tadi mengalami beberapa proses untuk bisa menyampaikan informasi di dalamnya. Tapi sekarang informasi bisa datang dengan cepat dan dari berbagai sudut. Globalisasi, khususnya internet, memudahkan orang untuk menjadi sumber informasi. Ingat, pada dasarnya internet memudahkan kita untuk mendapat informasi dan memudahkan sang ahli untuk menjadi sumber informasi.
Sifat instant akan menghilangkan nilai dari proses dalam melakukan sesuatu. Menurut lembaga survey di New York, Amerika Serikat, tahun 2007, 79% orang yang berkicau di twitter memberikan informasi yang mereka sendiri tidak mengetahui kebenaran informasi tersebut. Proses pemahaman akan informasi menjadi hilang, hal ini menunjukan manusia yang bersifat instant hanya mementingkan kecepatan dan menghiraukan kualitas dan nilai dari informasi itu.
Dalam kehidupan nyata, seorang hakim bisa terburu-buru menentukan hukuman bagi terdakwa dan menghindari prosedur-prosedur yang membuat waktu persidangan menjadi semakin lama, hal tersebut disebabkan oleh sifat instant yang terlanjur mendarah daging di tubuh hakim tadi. Banyak artis yang memilih menggunakan kontroversi untuk cepat meraih ketenaran daripada menghabiskan waktu di sanggar seni untuk belajar seni. Celakanya calon wakil rakyat juga mengikuti jejak artis-artis tadi untuk mendapatkan suara dukungan tanpa harus menunjukan citra diri yang seharusnya diberikan mereka untuk masyarakat. Seorang pegawai pajak golongan III-A memiliki cara instant sendiri untuk bertransformasi dari mahasiswa yang tinggal di kontrakkan kecil di pinggiran gang, menjadi seorang tahanan yang bisa berwisata ke Bali, Singapura, dan Macau saat dia berstatus tersangka. Alasan yang keluar dari mulutnya adalah ia mulai bosan menjalani proses penahanan di penjara. Sangat kongruen dengan sifatnya yang ingin cepat memperoleh kekayaan dengan korupsi. Instant.
Meskipun sifat instant lahir dari rahim globalisasi, masyarakat negara maju yang memilki hubungan erat dengan globalisasi justru tidak mengadopsi sifat instant dalam kehidupan mereka. Jepang dan Singapura menurut majalah bisnis Neraca tahun 2009 memiliki lebih 55% wirausahawan dan wirausahawati (entrepreneur) dari total penduduknya. Kita harus tahu tidak ada entrepreneur yang instant, mereka semua bersahabat dengan kerja keras serta akrab dengan nilai dari proses keberhasilan mereka. Hal ini sangat berbeda dengan masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda yang ingin cepat kaya, mereka bersahabat dengan iklan di internet yang berkata-kata manis menjanjikan kaya tanpa kerja, modal sedikit, dan waktu yang singkat. Instant.
Seberapa banyak kita tahu dan secepat apa kita mengetahui akan bernilai nihil jika informasi tersebut tidak melalui proses yang tepat. Kita analogikan dengan  mie.. Proses-proses yang ibu saya lakukan dalam membuat mie seperti mengiris bawang, menggiling cabai, memotong sayuran yang menghabiskan waktu 4 jam adalah citarasa yang paling lezat Meskipun cara kerja orang tua sering dianggap bodoh dan ketinggalan zaman karena lamban, cara kerja ini akan menghasilkan value atau nilai yang sebenarnya.
Bangsa yang maju adalah bangsa yang memiliki banyak wirausaha, bukan memiliki banyak pegawai. Semangat semua wirausaha adalah semangat anti-instant. Semangat tersebut menghargai pengorbanan saat proses berlangsung. Jika Indonesia ingin menjadi negara maju, syarat mutlaknya adalah masyarakatnya harus menghilangkan mental mie instant. Generasi muda Indonesia tidak boleh mengabaikan proses dalam mencapai sesuatu. Karena proses adalah nilai. Oleh karena itu saya berseru, “Jangan malu menjadi bangsa tempe! Ayo malu jika dibilang bangsa mie instant!”

Diterbitkan di Mingguan Lokal “Ampera Post” 11 September 2012
Oleh :
Rio Alfajri Mahasiswa Ilmu Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran

Rio

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

No comments:

Post a Comment

Ikutlah berdiskusi disini, amalkanlah ilmu kalian :