Pages

Cerpen : Tawa Pertama Bayu

Tawa Pertama Bayu adalah sebuah cerpen hasil karanganku yang kebetulan say temukan di FD. Sebenarnya ini adalah tugas B. Indonesia kelas X, tetapi ini adalah cerita pendek yang sangat berkesan bagi saya, karena cerpen ini terinspirasi oleh adik sya yang bernama "Muhammad Bay Yuliansyah".
Gambar adik Saya Bayu.
Tawa Pertama Bayu


Udara Yogyakarta terasa sangat panas bagiku, sangat berbeda dengan udara Bandung. Perjalanan menuju sekolah baru, membuat Bayu adikku jengkel. Pengalaman pindah ini menjadi yang pertama bagi adikku. Sementara aku sudah pernah merasakan pindah sekolah saat kelas 3 SD.
Kami menuju SDN Percobaan 3 menggunakan motor BMW (Bebek Merah Warnanya) kebanggaan ayah. Motor itu terasa sangat berat menopang tubuh 3 orang. Meskipun tubuhku kecil, tetapi adikku yang tinggi gemuk membuat motor kami ini terasa berat berjalan.
Setelah menempuh perjalanan selama 10 menit akhirnya kami tiba di gerbang sekolah. Sekolah itu bersih, terlihat 3 orang penjaga sekolah sedang menyapu halaman sekolah. Beberapa anak pun membantu dengan membersihkan kelas masing-masing. Gedung sekolah berdiri kokoh di depan kami. Aku membayangkan bagaimana situasi belajar di kota pelajar.
Aku dan adikku pun turun dari motor, dan bersiap melangkahkan kaki menuju ruang guru. Sebelum pergi ayah berkata padaku, “Reza, jaga adikmu Bayu ya.” Aku hanya mengangguk. Oleh ayah, kami disuruh menemui Ibu Sufri di kantor guru. Kami pun melangkah meninggalkan ayah yang harus segera bekerja.
Saat berjalan muka Bayu ditekuk 13 kali. Lelucon yang paling lucu pun tidak akan membuat Bayu bergeming. Ia kesal karena harus berpisah dengan teman-temannya di Bandung.
“Sudahlah Bay, nanti kamu juga dapat teman baru.” Kataku saat sampai di depan ruang guru.
Bayu tidak mempedulikanku. Ia melangkah dengan angkuh masuk ke ruang asing itu. Di sana Bu Sufri sudah menunggu kami.
“Adik-adik ini murid yang baru pindah dari Bandung itu ya?” tanyanya ramah.
“Iya, Bu.” Bayu menjawab.
“Adik-adik ini kelas berapa ya?” tanya Bu Sufri lagi.
“Kelas 6 dan 4.” Bayu kembali menjawab sekenanya. Saat itu aku hanya bisa menghela nafas melihat kelakuan Bayu.
“Oh, kebetulan Ibu juga mau mengajar di kelas itu, ayo ikut, nanti Ibu kenalkan pada teman-teman barumu. Kalau adik yang ini ikut Pak Santo ya.” Kata Bu Sufri kepada kami dan menunjuk seorang sosok tinggi dengan kulit sawo matang yang dari belakang menyerupai sosok Duta Sheila On Seven.
Akhirnya aku dan Bayu berpisah. Bayu mengikuti Bu Sufri, sementara aku pergi dengan Pak Santo. Pak Santo merupakan orang pendiam, saat berjalan denganku dia tidak mengucapkan kata lain selain, “Assalamualaikum”. Beliau sibuk dengan buku ditangannya yang berjudul “Panduan Pasar Modal”. Guru muda yang mempunyai pandangan millennium, yang tak ada batasnya. Dari sorotan matanya terlihat semangat membara yang dimilikinya.
Tak berapa lama, kami pun tiba di depan kelas. Karena sedikit gugup aku tidak memperhatikan ciri-ciri kelas itu. Di dalam kelas Pak Santo menyuruhku memperkenalkan diri. Aku menyebutkan nama, asal sekolah, dan alamat rumah. Setelah selesai aku pun dipersilahkan duduk di pojok belakang kelas. Karena memang itulah satu-satunya kursi yang masih bisa kududuki.
Pada awalnya, tidak ada yang aneh dengan kelas baruku ini. Yang mebuatku aneh hanya logat jawa yang tidak biasa di telingaku. Tetapi teman-temanku ini ramah-ramah. Bahkan beberapa orang langsung menjabat tanganku saat aku menuju tempat duduk. Pelajaran pun dimulai.
Pak Santo ternyata adalah guru matematika. Beliau berdiri di depan kelas. Sosoknya yang pendiam tadi berubah menjadi sosok energik saat sedang mengajar. Pak Santo menyuruh kami mencatat apa yang Ia terangkan karena kami belum memiliki buku pegangan. Materi yang diterangkan adalah materi pecahan.
Sejenak aku merasa aneh dengan materi tersebut. Tetapi aku menebak di kelas 6 materi tersebut akan dipelajari kembali. Sesudah menerangkan Pak Santo menuliskan satu soal tentang penjumlahan pecahan. Kemudian Ia merogoh saku belakangnya dan mengeluarkan selembar uang ribuan.
“Ayo, siapa yang bisa menjawab soal ini Bapak hadiahkan uang seribu!” Seru Pak Santo dengan logat jawanya.
Sebenarnya aku tidak berniat menjawab soal itu, tetapi karena soal tersebut mudah bagiku dan murid lain tidak ada yang menjawab, aku pun menawarkan diri. Akhirnya soal itu berhasil aku kerjakan dengan benar. Seluruh murid bertepuk tangan.
“Wah, kau pintar Reza.” Puji Pak Santo.
“Terima kasih, Pak. Tapi pelajaran itu sudah kupelajari di kelas 4 di Bandung, Pak.” Kataku sedikit sombong.
Tiba-tiba Pak Santo dan seluruh kelas terdiam. Kemudian Pak Santo menanyakan kelas berapa aku sekarang. Mendengar jawabanku semua kelas heran dan kemudian tawa pun meledak di seluruh kelas.
Setelah diceritakan aku baru sadar aku dan Bayu salah masuk kelas. Kemudian aku dan Bayu dibawa ke ruang guru. Bu Sufri dan Pak Santo meminta maaf pada kami.
“Ini gara-gara badan adikmu terlau besar sih, Reza.” Celetuk Pak Santo. Seluruh ruang guru kembali dihiasi tawa, termasuk tawa Bayu yang pertama di Yogyakarta.

Rio

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

No comments:

Post a Comment

Ikutlah berdiskusi disini, amalkanlah ilmu kalian :